Saturday, September 10, 2022

 O, TERNYATA 

Beberapa hari lalu, penulis mengikuti pelatihan. Pada pelatihan tersebut, narasumber memperkenalkan pandangan-pandangan dan prinsip baru. Ketika penulis mencoba memahami hal baru, ternyata penulis tidak dapat sepenuhnya memahami hal tersebut dengan baik. Dugaan penulis, barangkali penulis masih terpaku pada konsep-konsep lama, sehingga penulis masih terasa tidak bisa 'move on' ke konsep baru karena hal yang lama masih suka tercampur di pemahaman baru ini. Karena hal tersebut, apakah penulis perlu meng'uninstall' apa yang telah penulis pahami?

Ternyata tidak, o ternyata tidak (Rosnawaty: 2022). Dengan pemahaman yang lama tersebut, penulis tetap  bisa mencoba bermigrasi dari konsep lama ke konsep baru, tanpa melupakan konsep lama yang telah dipahami. Oleh karena hal tersebut, penulis tetap mempelajari dan mendalami konsep yang lama untuk pemanfaatan yang lain dalam konsep-konsep baru yang penulis terima. Selain itu, penulis percaya bahwa tentunya konsep taksonomi pembelajaran tidak hanya satu, dua, atau beberapa. Dari hal itulah, secara luas penulis bisa menggali dan membahas lebih jauh, taksonomi apa saja sih yang ada dan penulis dapat cari?

Berikut ini sebagian gambaran taksonomi pembelajaran yang penulis paparkan setelah membaca dan memahaminya. Paparan ini bersumber dari tulisan O'Neill dan Murphy (2010), yang menuliskan 3 taksonomi dalam artikelnya Assessment: Guide to Taxonomies of Learning. Ketiga taksonomi tersebut adalah Taksonomi Anderson dkk (2001) dan Taksonomi Bloom (1956), Taksonomi SOLO, serta taksonomi Finks. Secara lebih detail, penulis berupaya memaparkan ketiga taksonomi itu kembali dengan bahasa yang lebih mudah dan kontekstual. 

Taksonomi  Anderson dkk (2001) dan Taksonomi Bloom (1956) 

Taksonomi (baca Pembagian Belajar) milik Anderson dan Bloom relatif sama dengan taksonomi orang lain dalam hal hakekatnya: kategorisasi proses belajar pada tingkat awal harus dikuasai dulu sebelum tingkat lanjut dikuasai, seperti aturan umumnya demikian. Taksonomi awalnya terdiri dari 3 bagian atau ranah, yaitu Cognitive, Affective, dan Psychomotor. 

Di antara ketiga ranah, ranah kognitif mendapatkan perhatian yang lebih, baik pada taksonomi Anderson/Bloom maupaun taksonomi milik orang lain. Taksonomi Bloom yang telah direvisi ini memiliki kategori yang hirarkis (berurut dari bawah ke atas, atau dari sederhana ke tingkah yang kompleks), yaitu dari sekedar kegiatan mengingat ke kegiatan mencipta hal baru, dengan tahapan sebagai berikut: mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisa (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating). Pada tingkat-tingkat kegiatan kognitif tersebut ditambahkan suatu dimensi pengetahuan, yaitu dimensi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan meta-kognitif). Jadi selain ada ranah, yang biasanya dikenal dengan C-1 sampai C-6, terdapat juga 4 dimensi yang melengkapi aspek kognitif. 

Ranah Afektif Taksonomi Kratwohl dulu dikembangkan dari taksonomi Bloom, dan kemudian banyak dikenal sebagai ranah afektif. Ranah ini meliputi konsep-konsep seperti menerima ide (Receiving Ideas); memberikan umpan balik pada ide yang ada atau suatu kejadian (Responding to ideas or phenomena); menilai idea atau konsep (Valuing ideas or materials); pengorganisasian atau pengelompokkan ide dan nilai (Organization of ideas and values). Pengelompokan tersebut dikendalikan oleh seperangkat nilai atau tindakan, yang secara konsisten sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianut (internelised values). 

Pada tataran praktek, seorang siswa dapat meningkatkan sikap mental mereka, yang pada awalnya hanya peduli pada hasil belajar mereka menuju tingkatan memiliki nilai-nilai (values) hasil belajar yang menyatu (internalised), sehingga nilai-nilai sikap mental yang telah mereka miliki dapat mengendalikan mereka dalam bertindak, melalui tahapan-tahapan diatas, menerima, merespon, menilai dan menyatukan ide dan nilai pada diri mereka. Misalnya terkait ide upaya mencintai lingkungan, pada tahap awal siswa dapat sekadar menerima ide dan nilai pentingnya mencintai lingkungan, tetapi sampai pada kemampuan mengapresiasi pentingnya menyebarkan ide mencintai lingkungan pada siswa yang lain, terutama mereka yang satu generasi, untuk sadar secara berkelanjutan.  

Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata, guru mengharapkan para lulusan dapat mengembangkan kemampuan untuk menghargai nilai-nilai di lingkungan sekitar mereka. Harapan guru inilah muncul setelah guru membina dan membimbing siswa dengan kerangka kerja ranah afektif, yang telah dibicarakan di atas. Ranah afektif ini juga tentunya dapat diterapkan pada cabang ilmu Seni dan ilmu Sosial Kemanusiaan, karena ranah ini terkait cara bagaimana siswa mempelajari nilai-nilai yang telah diajarkan. Sehingga, melalui ide tersebut guru mengharapkan siswa untuk dapat mempelajari nilai dan menghargai kesusastraan, musik, seni pertunjukan, budaya, dan sebagainya, sebagai bagian dari aktifitas belajar sistem seni dan kemanusiaan tersebut. 

Dari penjelasan di atas, wajar kiranya guru mengharapkan siswa atau lulusannya mampu menghargai pentingnya gagasan dan topik yang telah guru ajarkan, daripada sekadar mengingat atau menguasai ide dan topik-topik pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, kesadaran siswa akan pentingnya mengetahui letak geografis kepulauan Indonesia, lebih penting daripada sekadar ingat atau memahami letak geografis Indonesia untuk kepentingan memperkirakan cuaca dan perubahan iklim. 




Sumber bacaan: 
O'Neill, G. and Murphy, F (2010): Assessment: A Guide to Taxonomy of Learning. UCD Teaching and Learning. 
https://www.ucd.ie/t4cms/ucdtla0034.pdf

Rosnawaty, L. (2022): Pelatihan Pembelajaran dan Penilaian pada Program Sekolah Penggerak di SMAN 19 Batam. 

No comments:

Post a Comment

O, sisir itu adalah ....  Kata "sisir" secara umum adalah alat untuk merapikan rambut. Namun kata "sisir" dapat diperlua...